Trauma tumpul atau penetrasi perlukaan pada bladder yang mungkin dapat/tidak
dapat menyebabkan ruptur bladder. Trauma bladder sering berhubungan dengan
kecelakaan mobil saat sabuk pengaman menekan bladder, khususnya bladder yang
penuh.
B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Kandung kencing yang penuh dengan urine dapat mengalami rupture oleh tekanan
yang kuat pada perut bagian bawah. Cidera ini umumnya terjadi karena pemakaian
sabuk pengaman pada klitis.
Manifestasi klinik
Trauma bladder selalu menimbulkan nyeri pada abdomen bawah dan hematuria. Jika
klien mempunyai riwayat trauma pada abdomen, itu merupakan faktor predisposisi
trauma bladder. Klien dapat menunjukkan gejala kesulitan berkemih.
Test diagnostik pada trauma bladder meliputi IVP dengan lateral views atau CT
scan saat bladder kosong dan penuh, atau csytogram. Jika darah keluar dari
meatus, disrupsi uretral mungkin telah terjadi. Pada kasus ini, klien tidak
boleh dikateterisasi sampai dilitis.
C. MANIFESTASI KLINIK
Trauma bladder selalu menimbulkan nyeri pada abdomen bawah dan hematuria. Jika
klien mempunyai riwayat trauma pada abdomen, itu merupakan faktor predisposisi
trauma bladder. Klien dapat menunjukkan gejala kesulitan berkemih.
Test diagnostik pada trauma bladder meliputi IVP dengan lateral views atau CT
scan saat bladder kosong dan penuh, atau csytogram. Jika darah keluar dari
meatus, disrupsi uretral mungkin telah terjadi. Pada kasus ini, klien tidak
boleh dikateterisasi sampai disrupsi tersebut teratasi.
D. MANAJEMEN MEDIS
Tindakan pertama pada trauma bladder adalah insersi kateter foley atau kateter
suprapubik untuk memonitor hematuria dan menjaga agar bladder tetap kosong
sampai sembuh. Cidera karena contusio atau perforasi kecil dapat diperbaiki
dengan pembedahan.
E. MANAJEMEN KEPERAWATAN
Pengkajian terhadap klien yang dicurigai mengalami trauma bladder merupakan hal
yang penting. Perawat harus selalu memonitor urine output klien untuk
mengetahui jumlah atau adanya hematuria. Perawat harus mencatat penurunan urine
output yang berhubungan dengan intake cairan klien. Insersi kateter harus
dilakukan secara hati-hati pada klien yang dicurigai mengalami trauma bladder.
F. MANAJEMEN KEPERAWATAN PADA KLIEN BEDAH
Pada pasien post operative, perawat harus mempertahankan drainase urine untuk
mencegah tekanan pada jaritan kandung kemih. Karena klien memakai cateter
uretra atau suprapubik maka penting diberikan informasi kepada klien tentang
perawatan kateter. Kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan dirinya
harus ditingkatkan sehingga mampu merawat dirinya di rumah. Rujuk untuk
perawatan setelah keteter dicabut. Berikan pula informasi mengenai latihan
untuk memulihkan fungsi otot-otot kandung kemih.
b. TRAUMA URETRA
Uretra, sama seperti bladder, dapat mengalami cidera/trauma karena fraktur
pelvic. Terjatuh dengan benda membentur selangkangan (stradle injury) dapat
menyebabkan contusio dan laserasi pada uretra. Misalnya saat jatuh dari sepeda.
Trauma dapat juga terjadi saat intervensi bedah. Luka tusuk dapat pula
menyebabkan kerusakan pada uretra.
Kerusakan uretra ini diindikasikan bila pasien tidak mampu berkemih, penurunan
pancaran urine, atau adanya darah pada meatus. Karena kerusakan uretra, saat
urine melewati uretra, proses berkemih dapat menyebabkan ekstravasasi saluran
urine yang menimbulkan pembengkakan pada scrotum atau area inguinal yang mana
akan menyebabkan sepsis dan nekrosis. Darah mungkin keluar dari meatus dan
mengekstravasasi jaringan sekitarnya sehingga menyebabkan ekimosis. Komplikasi
dari trauma uretra adalah terjadinya striktur uretra dan resiko impotent.
Impotensi terjadi karena corpora kavernosa penis, pembuluh darah, dan suplay
syaraf pada area ini mengalami kerusakan.
Penatalaksanaan trauma uretra meliputi pembedahan dengan pemakaian kateter
uretra atau suprapubik sebelum sembuh, atau pemasangan kateter
uretra/suprapubik dan membiarkan urethra sembuh sendiri selama 2 – 3 minggu
tanpa pembedahan. Selama periode tersebut pasien dimonitor untuk terjadinya
infeksi atau ekstravasasi urine.
TRAUMA URETER
Lokasi ureter berada jauh di dalam rongga abdomen dan dilindungi oleh tulang
dan otot, sehingga cidera ureter karena trauma tidak umum terjadi. Cidera pada
ureter kebanyakan terjadi karena pembedahan. Perforasi dapat terjadi karena
insersi intraureteral kateter atau instrumen medis lainnya. Luka tusuk dan
tembak juga dapat juga membuat ureter mengalami trauma. Dan meskipun tidak
umum, tumbukan atau decelerasi tiba-tiba seperti pada kecelakaan mobil dapat
merusak struktur ureter. Tindakan kateterisasi ureter yang menembus dinding
ureter atau pemasukan zat asam atau alkali yang terlalu keras dapat juga
menimbulkan trauma ureter.
Trauma ini kadang tidak ditemukan sebelum manifestasi klinik muncul. Hematuria
dapat terjadi, tapi indikasi umum adalah nyeri pinggang atau manifestasi
ekstravasasi urine. Saat urine merembes masuk ke jaringan, nyeri dapat terjadi
pada abdomen bagian bawah dan pinggang. Jika ekstravasasi berlanjut, mungkin
terjadi sepsis, ileus paralitik, adanya massa intraperitoneal yang dapat
diraba, dan adanya urine pada luka terbuka. IVP dan ultrasound diperlukan untuk
mendiagnose trauma ureter ini. Pembedahan merupakan tindakan utama untuk
memperbaiki kerusakan, mungkin dengan membuat anastomosis. Kadang-kadang
prosedur radikal seperti uterostomy cutaneus, transureterotomy, dan
reimplantasi mungkin dilakukan.
DIAGNOSA PERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL (Post operatif)
1. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya stoma,
aliran/rembesan urine dari stoma, reaksi terhadap produk kimia urine.
2. Gangguan body image berhubungan dengan adanya stoma, kehilangan kontrol
eliminasi urine, kerusakan struktur tubuh ditandai dengan menyatakan perubahan
terhadap body imagenya, kecemasan dan negative feeling terhadap badannya.
3. Nyeri berhubungan dengan disrupsi kulit/incisi/drains, proses penyakit
(cancer/trauma), ketakutan atau kecemasan ditandai dengan menyatakan nyeri,
kelelahan, perubahan dalam vital signs.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan inadekuatnya pertahanan tubuh
primer (karena kerusakan kulit/incisi, refluk urine).
5. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan trauma jaringan, edema postoperative
ditandai dengan urine output sedikit, perubahan karakter urine, retensi urine.
6. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan struktur body
dan fungsinya, response pasangan yang tidak adekuat, disrupsi respon seksual
misalnya kesulitan ereksi.
7. Deficit pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk menangkap informasi,
misinterpretasi terhadap informasi ditandai dengan menyatakan
miskonsepsi/misinterpretasi, tidak mampu mengikuti intruksi secara adekuat.